Sabtu, 26 Mei 2012

Respirasi Tumbuhan


Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi.
Respirasi lebih dari sekedar pertukaran gas secara sederhana. proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi  CO2 sedangkan  O2 yang diserap direduksi membentuk H2O. pati, fruktan, sukrosa atau gula lainnya, lemak, asam organic, dan pada keadaan tertentu protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. Persamaan respirasi umum glukosa sebagai berikut:
C6H12O6+O6                            CO2+H2O+energi
Rekasi persamaan diatas merupakan persamaan rangkuman dari respirasi, karena respirasi bukanlah reaksi tunggal. Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalisis oleh enzim yg berbeda-beda.
  1. Kuosien Respirasi atau  Respiratory Quotient (RQ)
Kuosien Respirasi (KR) atau Respiratory Quotient (RQ) merupakan angka perbandingan antara volume CO2 yang dibebaskan dengan volume O2 yang diabsorpsi secara simultan oleh jaringan dalam periode waktu tertentu pada suhu dan tekanan tertentu.  Kuosien respirasi juga diartikan sebagai nisbah CO2 terhadap O2. RQ sering hampir mendekati satu. Sebagai contoh, RQ yang diperoleh dari daun berbagai jenis tumbuhan rata-rata 1,05. Biji yang sedang berkecambah dari tumbuhan serelia dan kacang-kacangan seperti kapri dan kacang, yang mengandung pati sebagai cadangan makanan utama, juga menunjukan nilai RQ sekitar 1,0. Tapi, biji berbagai tumbuhan lain banyak mengandung lemak atau minyak yang kaya hidrogen dan rendah kandungan oksigennya. Bila lemak dan minyak dioksidasi selama perkecambahan, RQ sering hanya 0,7, sebab cukup banyak oksigen yang diperlukan untuk mengubah hidrogen menjadi H2O. Perhatikan oksidasi asam lemak yang lazim, yaitu asam oleat:
C18H34O2  + 25.5O2 à18CO2 + 17 H2O
RQ reaksi ini adalah 18/25,5 = 0,71
Dengan mengukur RQ berbagai bagian tumbuhan, dapat diperoleh informasi tentang jenis senyawa yang sedang dioksidasi. Masalahnya rumit karena setiap saat berbagai jenis senyawa dapat direspirasikan, sehingga RQ yang terukur merupakan angka rerata yang bergantung dari sumbangan tiap-tiap substrat dan kandungan karbon, hidrogen dan oksigennya.
Contoh Perhitungan Nilai Kuosien Respirasi(RQ):
1.      Gula : C6H12O6 + 6O→  6CO2 +H2O,   RQ : 6/6= 1
2.      Asam lemak (asam palmitat): C16H32O2 + 11O2 →C12H22O11 + 4CO2 + 5H2O
RQ: 4/11= 0.36
RQ memberi petunjuk tentang jenis substrat yang dioksidasikan & jenis metabolisme yang sedang berlangsung. Kuosien respirasi yang bernilai 1 berada pada titik kompensasi, merupakan suatu titik yang menunjukkan kecepatan fotosintesis yang dilakukan tumbuhan sama dengan kecepatan respirasinya.
RQ > 1 : sel kekurangan O2, repirasi aerob dibantu respirasi anaerob agar menambah energi
RQ < 1 : sebagian / semua CO2 yang dihasilkan dalam respirasi digunakan langsung oleh organisme yang bersangkutan, misal untuk fotosintesis.
  1. Pembentukan Gula Heksosa dari Karbohidrat Cadangan
Penyimpanan dan perombakan pati
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan rnerupakan karbohidrat utama yang dikonsumsi manusia di seluruh dunia. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian, dan umbi-umbian. Beras, jagung, dan gandum mengandung 70— 80% pati; kacang-kacang kening, seperti kacang kedelai, kacang merah dan kacang hijau 30—60%, sedangkan ubi, talas, kentang, dan singkong 20—30%.
Secara kimia pati merupakan homopolimer dari glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai karbonnya dan percabangan pada rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua macam fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut sebagai amilosa merupakan fraksi linear dengan ikatan α(1,4)-D-glukosa. Sedangkan amilopektin merupakan fraksi tidak terlarut yang memiliki rantai molekul yang bercabang dengan ikatan α(1,4)-D-glukosa (gambar 2.1).


 





Gambar 2.1. Molekul pati (amilosa dan amilopektin).
Amilopektin memiliki susunan bercabang dengan 15—30 unit glukosa pada tiap cabang. Rantai glukosa tersebut terikat satu sama lain melalui ikatan alfa yang dapat dipecah dalam proses pencernaan.
Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Pada beras semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amiopektinnya, semakin pulen (lekat) nasi yang diperoleh. Berdasarkan kadar amilopektinnya beras dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu: (1) beras dengan kadar amilosa tinggi (25-33%); beras dengan kadar amilosa menengah (20-25%); (3) beras dengan kadar amilosa rendah (9-20%); dan beras yang memiliki kadar amilosa yang sangat rendah (<9%) contohnya beras ketan hampir tidak mengandung amilosa (1—2%).
Secara fisik karakteristik granula pati berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lainnya. Gambar 2.2. menunjukkan beberapa bentuk granula pati yang dapat terlihat dengan mikroskop.  Jumlah unit glukosa dan susunannya dalam satu jenis pati berbeda satu sama lain, bergantung jenis tanaman asalnya. Bentuk butiran pati ini berbeda satu sama lain dengan karakteristik tersendiri dalam hal daya larut, daya mengentalkan, dan rasa.
Gambar 2.2. Penampakan granula beberapa pati
Pati disimpan dalam bentuk butir yang tak larut dalam air dan mengandung molekul amilopektin bercabang dan amilosa tak bercabang. Pati yang terhimpun di dalam kloroplas selama fotosintesis merupakan cadangan karbohidrat terbanyak di daun sebagian besar tumbuhan. Pati yang dibentuk di amiloplas organ penyimpan hasil dari translokasi sukrosa atau gula bukan pereduksi lainnya juga merupakan substrat respirasi yang utama dari organ penyimpanan.
Sel parenkima di akar dan batang umumnya menyimpan pati; pada tumbuhan tahunan, pati disimpan selama musim dingin dan digunakan untuk pertumbuhan baru pada musim semi berikutnya. Umbi kentang kaya akan amiloplas yang mengandung pati, dan sebagian besar pati ini hilang oleh respirasi dan translokasi gula dari bagian umbi yang ditanam untuk mempeoleh tanaman baru. Jaringan pemnyimapan endosperma atau kotiledon dari berbagai biji mengandung banyak pati dan sebagian besar akan hilang selama pertumbuhan kecambah. Penyimpanan pati pada berbagai bagian tumbuhan ditelaah olej Jenner (1982).  
Hanya beberapa molekul glukosa yang berasal dari pati yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O. molekul glukosa lainnya diubah menjadi molekul sukrosa di dalam skutelum, dan kemudian diangkut ke akar dan batang yang sedang tumbuh, dan disitu sebagian lagi diubah menjadi bahan dinding sel, protein, dan bahan lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan bibit.
Perombakan Pati
Perombakan pati menjadi glukosa  adalah α -ami1ase, β-amilase, dan fosforilase. Dari ketiga enzim itu hanya α -ami1ase yang dapat menyerang butir pati utuh, sehingga apabila β-amilase dan pati fosforilase terlibat diduga mereka bekerja pada produk pertama yang dilepas oleh α -ami1ase. Kemampuan menhidrolisis α-ami1ase lebih baik dibanding β-amilase. α-ami1ase ini dapat menghidrolisis pati  menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri dari 6 sampai 7 unit glukosa. Titik-titik yang diserang oleh enzim tersebut pada amilopektin diperlihatkan pada gambar di bawah ini.


 










Gambar 2.3. Titik serangan peromabakan pada amilopektin oleh alfa amilase, beta amilase, pati fosforilase dan enzim pemutus cabang.
Alfa amilase secara acak menyerang ikatan 1,4 pada amilosa ataupun amilopektin, sehingga mula-mula mengakibatkan terjadinya ceruk acak pada butir pati dan melepas produk yang masih besar. Pada rantai amilopektin, alfa amilase menyerang secara berulang-ulang sehingga dihasilkan maltosa, yaitu disakarida yang mengandung 2 unit glukosa. Perhatikan gambar berikut.


 









Gambar 2.4. alfa dan betha maltosa dilepaskan dari pati selama berlangsungnya kerja alfa dan betha amilase.
Tetapi alfa amilase tidak dapat menyerang ikatan 1,6 pada tiitk cabang amilopektin, sehingga pencernaan amilopektin terhenti bila desktrin (produk antara pada pencernaan pati) bercabang yang berantai pendek tetap ada. Alfa amilase banyak diaktifkan oleh Ca2+, hal ini menunjukan bahwa kalsium merupakan unsur esensial. 
Enzim β-amilase dapat memecah pati menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil, misalnya pemecahan amilosa menjadi fraksi kecil yang disebut maltosa, suatu disakarida dari glukosa. Bila β-amilase direaksikan terhadap pati biasa, hanya diperoleh 60% sampai 70% dan hasil  dari maltosa teoretis. Bagian pati yang tidak terurai menjadi residu yang disebut β-amilase limit dextrin.  Hal ini disebabkan karena ternyata β-amilase tidak mampu  menghidrolisis amilopektin di luar batas cabang-cabang tertentu. Sehingga dekstrin bercabang tetap tidak berubah.
Aktivitas kedua enzim amilase meliputi pengambilan satu H2O untuk setiap ikatan yang terpotong, jadi mereka merupakan enzim hidrolase. Reaksi hidrolitik tidak dapat balik, sehingga tidak ada sintesis pati oleh amilase, yang terdeteksi. Asas umum ialah molekul besar biasanya disintesis oleh satu rangkaian reaksi (lintasan) dan dirombak oleh rangkaian reaksi lainnya.
Amilase tersebar luas di dalam berbagai jaringan, tapi yang paling aktif ialah dalam biji kaya pati yang sedang berkecambah. Di daun, alfa amilase mungkin jauhblebih penting dibandingkan dengan betha amilase bagi pembentukan pati. Enzim alfa amilase berada di bagian dalam kloroplas, sering tertempel pada butir pati yang akan diserang. Enzim ini akan berfungsi pada siang maupun malam hari, walaupun selama siang hari terjadi produksi neto pati dari fotosintesis.
Dibandingkan alfa dan beta amilase, enzim fosforilase mampu memecah ikatan 1,4-glikosidik pati dengan bantuan asam atau ion fosfat, sedangkan amilase memerlukan molekul air.


fosforilase
 
 

Pati + PO43-                                            α-D-glukosa-1-fosfat
Pati fosforilase merombak pati mulai dari ujung akhir nonreduksi. Perombakan ini tidak terjadi dengan menggabungkan air ke dalam produk seperti yang dilakukan oleh amilase, tapi dengan menggabungkan posfat. Jadi, ini merupakan enzim fosforolitik, bukannya hidrolitik, dan reaksi yang dikatalisis dapat balik in vitro. Tetapi, walaupun reaksi ini terbalikan in vitro, peranan utama pati fosforilase hanyalah pada perombakan pati. Salah satu alasannya adalah konsentrasi Pi di dalam plastid sering 100 kali lebih tinggi daripada glukosa-1-fosfat; pada keadaan ini, sintesis pati dapat diabaikan.  Pembentukan glukosa-1-fosfat tidak memerlukan ATP untuk mengubah glukosa menjadi glukosa fosfat selama respirasi.  
Fosforilase dapat memecah amilosa secara tuntas, tetapi bila substratnya amilopektin, hanya sebagian saja dirombak, di samping glukosa terbentuk dekstrin yang disebut “dekstrin tahan fosforilase” yang molekulnya mengandung cabang dengan ikatan α-1,6. Reaksi berlangsung secara bertahap dari ujung akhir nonreduksi dari tiap rantai utama atau rantai cabang (gambar 2.3)ke dalam beberapa residu glukosa dari ikatan cabang α-1,6, sehingga dekstrin tetap tidak berubah. Amilosa dengan sedikit cabang, dirombak seluruhnya oleh pengambilan berulang unit glukosa, dimulai dari ujung akhir nonreduksi rantai.
Pati fosforilase tersebar luas dalam tumbuhan (seperti amilase) dan sering sukar untuk memastikan enzim mana yang paling banyak mencerna pati di sel yang bersangkutan, teori terakhir menjelaskan bahwa alfa amilase atau endoamilase penting untuk penyerangan awal, dan bagi biji tumbuhan serelia kedua amilase nampaknya berfungsi, tapi tidak untuk fosforilase. Untuk biji spesies lainnya, untuk daun, dan untuk jaringan lainnya, pati fosforilase juga berperan, khususnya setelah sebagian butir pati dihidrolisis oleh salah satu amilase.
Ikatan cabang 1,6 pada amilopektin atau dekstrin bercabang yang tidak diserang oleh salah satu enzim di atas akan dihidrolisis oleh berbagai enzim pemutus cabang. Tumbuhan mengandung tiga jenis enzim yang agak berbeda sesuai dengan jenis polisakarida yang akan diserang; jenis pullulanase, isoamilase, dan limit dekstrinase. Kerja ketiga enzim tersebut pada rantai pati bercabang  (gambar 2.3) adalah menyediakan gugus akhir tambahan untuk diserang oleh amilase atau oleh pati fosforilase, dan kerja berikutnya dari limit dekstrinase pada dekstrin memungkinkan terjadinya pencernaan menyeluruh dari amilopektin menjadi glukosa, maltose,atau glukosa-1-fosfat.
Maltose jarang terhimpun dalam jumlah yang cukup karena dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim amilase seagai berikut:
Maltose + H2O à 2 α-D-glukosa
Unit glukosa yang dihasilkan sekarang tersedia untuk dirombak oleh respirasi. Secara ringkas, amilase menghidrolisis rantai amilosa tak bercabang menjadi maltosa, sedangkan pati fosforilase mengubah rantai seprti itu menjadi glukosa-1-fosfat. Kerja ketiga enzim itu pada amilopektin menyisakan dekstrin; ikatan cabang yang harus dihidrolisis oleh enzim pemutus cabang. Maltosa dihidrolisis menjadi glukosa terutama oleh maltase.
Semua perombakan pati menjadi heksosa mungkin berlangsung di kloroplas atau amiloplas, sedangkan respirasi heksosa sesungguhnya dimulai di sitosol.

Hidrolisis Fruktan
Bahan cadangan makanan karbohidrat utama pada beberapa spesies, terutama batang, daun dan bunga rumputan subtropik serta sebagian angota asteraceae dan suku lainnya bukanlah pati, melainkan fruktan. Tapi bahkan  pada spesies tersebut, fruktan boleh dikatakan jarang terdapat dalam jumlah banyak di biji. Seperti biasa, pati merupakan cadangan karbogidrat utama di biji. Fruktan dihidrolisis oleh enzim β-fruktofuranosidase dengan kekhususan terhadap ikatan β-2,1 atau β-2,6 yang terlibat. Sebagai contoh, salah satu enzim ini yang berasal dari umbi artichoke Jerusalem secara berurutan akan memotong unit fruktosa dari inulin sampai campuran fruktosa dan unit sukrosa paling akhir tidak berubah:
Glukosa-fruktosa-(fruktosa)n + nH2Oànfruktosa + glukosa-fruktosa
(fruktan)                                  (sukrosa)
Fruktosa dapat mengalami respirasi secara agak langsung, sedangkan sukrosa harus dipecah dulu menjadi glukosa dan fruktosa.
Hidrolisis Sukrosa
Reaksi penting perrombakan sukrosa ialah hidrolisis tak-terbalikkan oleh invertase menjadi glukosa dan fruktosa bebas:
Sukrosa + H2O à glukosa + fruktosa
Invertase berada di sitosol, vakuola, dan kadangkala di dinding sel. Invertase sitosol bersifat basa dengan pH optimum sekitar 7,5 sedangkan dua lainnya merupakan invertase asam dengan pH optimum 5 atau kurang. Invertase dinding sel, bila ada, menghidrolisis sukrosa terangkut menjadi molekul glukosa dan fruktosa yang kemudian diserap oleh sel pengguna.
Enzim lainnya yang dapat merombak sukrosa ialah sukrosa sintase; dinamakan demikian karena reaksi yang dikatalisis terbalikkan dan mula-mula dianggap penting terutama dalam sintesis sukrosa. Sukrosa sintase mengkatalisis reaksi berikut:
Sukrosa + UDP ßàfruktosa UDP-glukosa
Fruktosa menjadi tersedia untuk respirasi, dan glukosa di UDP-glukosa dapat dilepas dengan satu atau dua cara. Terbukti bahwa sukrosa sintase merupakan enzim utama yang merombak sukrosa di organ penyimpan pati (contohnya, benih dan umbi kentang yang sedang tumbuh) atau di jaringan yang sedang tumbuh cepat, yang mengubah sukorsa terangkut menjadi polisakarida dinding sel. Bagi sel dewasa dan tumbuh lambat, invertase merupakan enzim yang lebih penting yang merombak sukrosa dan menyediakan glukosa dan fruktosa untuk respirasi. 
  1. Glikolisis
Glikolisis merupakan proses pengubahan molekul sumber energi, yaitu glukosa yang mempunyai 6 atom C manjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu asam piruvat yang mempunyai 3 atom C. Reaksi ini berlangsung di dalam sitosol (sitoplasma). Perhatikan gambar di bawah ini.


 












Gambar 2.5. Reaksi Glikolisis

Reaksi glikolisis mempunyai sembilan tahapan reaksi yang dikatalisis oleh enzim tertentu. Tahapan reaksi glikolisis dapat dikelompokkan menjadi dua fase, yaitu fase investasi energy dan fase pembelanjaan energy. Fase investasi energy diawali dengan reaksi pembentukan senyawa glukosa 6-fosfat dari glukosa sampai terbentuknya fosfogliseraldehid atau gliseraldehid 3-fosfat. Sedangkan fase pembelajaan energy diawali dengan oksidasi sampai pembentukan ATP akhir dan terbentuknya asam piruvat.
Pertama-tama, glukosa mendapat tambahan satu gugus fosfat dari satu molekul ATP, yang kemudian berubah menjadi ADP, membentuk glukosa 6-fosfat. Setelah itu, glukosa 6-fosfat diubah oleh enzim menjadi isomernya, yaitu fruktosa 6-fosfat. Satu molekul ATP yang lain memberikan satu gugus fosfatnya kepada fruktosa 6-fosfat, yang membuat ATP tersebut menjadi ADP dan fruktosa 6-fosfat menjadi fruktosa 1,6-difosfat. Kemudian, fruktosa 1,6-difosfat dipecah menjadi dua senyawa yang saling isomer satu sama lain, yaitu dihidroksi aseton fosfat dan PGAL (fosfogliseraldehid atau gliseraldehid 3-fosfat). Tahapan-tahapan reaksi diatas itulah yang disebut dengan fase investasi energi.
Selanjutnya, dihidroksi aseton fosfat dan PGAL masing-masing mengalami oksidasi dan mereduksi NAD+, sehingga terbentuk NADH, dan mengalami penambahan molekul fosfat anorganik (Pi) sehingga terbentuk 1,3-difosfogliserat. Kemudian masing-masing 1,3-difosfogliserat melepaskan satu gugus fosfatnya dan berubah menjadi 3-fosfogliserat, dimana gugus fosfat yang dilepas oleh masing-masing 1,3-difosfogliserat dipindahkan ke dua molekul ADP dan membentuk dua molekul ATP. Setelah itu, 3-fosfogliserat mengalami isomerisasi menjadi 2-fosfogliserat. Setelah menjadi 2-fosfogliserat, sebuah molekul air dari masing-masing 2-fosfogliserat dipisahkan, menghasilkan fosfoenolpiruvat. Terakhir, masing-masing fosfoenolpiruvat melepaskan gugus fosfat terakhirnya, yang kemudian diterima oleh dua molekul ADP untuk membentuk ATP, dan berubah menjadi asam piruvat.
Setiap pemecahan 1 molekul glukosa pada reaksi glikolisis akan menghasilkan produk kotor berupa 2 molekul asam piruvat, 2 molekul NADH, 4 molekul ATP, dan 2 molekul air. Akan tetapi, pada awal reaksi ini telah digunakan 2 molekul ATP, sehingga hasil bersih reaksi ini adalah 2 molekul asam piruvat (C3H4O3), 2 molekul NADH, 2 molekul ATP, dan 2 molekul air. Perlu dicatat, pencantuman air sebagai hasil glikolisis bersifat opsional, karena ada sumber lain yang tidak mencantumkan air sebagai hasil glikolisis.
Berdasarkan uraian di atas, maka glikolisis memiliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu:
ü  Glikolisis mengubah satu molekul heksosa menjadi dua molekul asam piruvat, dan terjadi oksidasi sebagian pada heksosa.
ü  Memproduksi ATP
ü  Pembentukan molekul yang dapat diambil dari reaksi atau lintasan untuk membentuk beberapa bahan penyusun tumbuhan.
Glikolisis penting karena asam piruvat yang dihasilkan dapat dioksidasi di mitokondria untuk menghasilkan cukup banyak ATP, jauh lebih banyak daripada yang dihasilkan glikolisis.
  1. Fermentasi
Setelah melalui reaksi glikolisis, jika terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam piruvat akan menjalani tahapan reaksi selanjutnya, yaitu siklus Krebs yang bertempat di matriks mitokondria. Jika tidak terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam piruvat dan NADH akan tertimbun. Pada keadaan ini tumbuhan menjalani reaksi fermentasi atau respirasi anaerobic, membentuk etanol atau asam laktat. Perhatikan gambar di bawah ini.










 







Gambar 2.6. Reaksi Fermentasi piruvat membentuk etanol atau asam laktat
Dua reaksi di atas pada gambar teridiri dari dekarboksilasi untuk membentuk asetildehid, kemudian direduksi secara cepat oleh NADH membentuk etanol. Semua reaksi ini dikatalisis oleh asam piruvat dekarboksilase dan alcohol dehidrogenase. Beberapa sel mengandung asam laktat dehidrogenase, yang menggunakan NADH untuk mereduksi piruvat menjadi asam laktat. Etanol atau asam laktat, atau keduanya, merupakan produk fermentasi, bergantung pada aktivitas tiap-tiap dehidrogenase yang ada. Pada setiap keadaan, NADH ialah pereduksi dan hanya pada keadaan anaerobiklah NADH tersedia dalam jumlah yang cukup banyak untuk menjalankan  reduksi. Lebih jauh, pada beberapa tumbuhan, NADH digunakan untuk menimbun senyawa lain bila O2 terbatas, terutama asam malat dan gliserol.










BAB III
PENUTUP

ü  Kuosien Respirasi merupakan satuan unit yang digunakan dalam perhitungan rata-rata metabolisme dasar, yang diperoleh dari besarnya CO2 yang dihasilkan dan O2 yang digunakan (diambil) dalam respirasi.
ü  Kuosien respirasi merupakan angka perbandingan antara volume CO2 yang dibebaskan dengan volume O2 yang diabsorpsi secara simultan oleh jaringan dalam periode waktu tertentu pada suhu & tekanan tertentu (KR = Vol CO2 : Vol O2).
ü  Glikolisis, yaitu tahapan pengubahan glukosa menjadi dua molekul asam piruvat (beratom C3), peristiwa ini berlangsung di sitosol. Piruvat yang dihasilkan selanjutnya akan diproses dalam tahap dekarboksilasi oksidatif. Selain itu glikolisis juga menghasilkan 2 molekul ATP sebagai energi, dan 2 molekul NADH yang akan digunakan dalam tahap transport elektron.
ü  Dalam keadaan anaerob (reaksi fermentasi), Asam Piruvat hasil glikoisis akan diubah menjadi karbondioksida dan etil alkohol. Proses pengubahan ini dikatalisis oleh enzim dalam sitoplasma. Dalam respirasi anaerob jumlah ATP yang dihasilkan hanya dua molekul untuk setiap satu molekul glukosa, hasil ini berbeda jauh dengan ATP yang dihasilkan dari hasil keseluruhan respirasi aerob  yaitu 36 ATP.









DAFTAR PUSTAKA

 Andi. (2012). Proses Glikolisis. Diakses pada tanggal 21 April 2012 dari http://andiweb3.wordpress.com/2012/03/09/proses-glikolisis/

Anonim. (2012). Laporan Praktikum Penetapan Koefisien Respirasi Jaringan Tumbuhan. Diakses pada tanggal 21 April 2012 dari http://pendbio.blogspot.com/2012/03/laporan-praktikum-penetapan-koefisien.html

Anonim. (tanpa tahun). Respirasi Tumbuhan. Diakses pada tanggal 21 April 2012 dari http://fistum07.wordpress.com/respirasi-tumbuhan/


Issanto Putra. (2010). Penetapan Kuosien Respirasi Jaringan Tumbuhan. Diakses pada tanggal 21 April 2012 dari http://4thena.wordpress.com/2010/07/13/penetapan-kuosien-respirasi-jaringan-tumbuhan/

Salisbury, Frank B & Cleon W Ross. (1955).  Fisiologi Tumbuhan. (Terjemahan Diah R Lukman & Sumaryono). New York: Wadsworth. (Buku asli diterbitkan pada tahun 1992 )

Velicia Desyana Rakhmadina. (2010). Penetapan Kuosien Respirasi jaringan Tumbuhan. Diakses pada tanggal 21 April 2012 dari http://arcturusarancione.wordpress.com/2010/06/28/penetapan-kuosien-respirasi-jaringan-tumbuhan/



Kamis, 29 Maret 2012

Pengaktifan Gen Segmentasi dan Gen Homeotik pada Drosophila melanogaster

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembentukan pola pada hewan dimulai pada embrio awal, saat perencanaan tubuh dasar hewan dibentuk. Poros-poros utama hewan ini sudah terbentuk sangat awal tepat setelah garis besar bangun tubuh direncanakan sebelum konstruksi benar-benar dimulai. Sebelum jaringan atau organ terspesialisasi muncul, posisi relatif kepala dan ekor hewan sudah dibentuk. Isayarat molekuler yang mengatur pembentukan pola ini secara kolektif disebut informasi posisioanal. Dimana isyarat molekuler ini member tahu suatu sel lokasi relatifnya terhadap poros tubuh dan terhadap sel-sel disekitarnya dan menentukan bagaimana sel dan progeninya akan merespon sinyal molekuler yang akan dating.

Pembentukan pola merupakan perkembangan organisasi spasial organisme dimana jaringan dan organ di dalam suatu organisme semua berada pada tempatnya masing-masing. Pembentukan pola ini telah dipelajari oleh para peneliti melalui penelitian secara genetik, anatomis dan biokimiawi pada Drosophila melanogaster. Dimana dari penelitian-penelitian tersebut diperoleh prinsip-prinsip umum bahwa gen-gen mengontrol pembentukan dan perkembangan tubuh organisme dan memunculkan pemahaman tentang peranan utama molekul spesifiik dalam penentuan posisi dan pengarahan diferensiasi.

Pada makalah ini akan dikaji lebih jauh bagaimana proses atau hirarki pengaktifan gen menyusun pola segmentasi dan mengarahkan identitas bagian-bagian tubuh lainnya pada Drosophila melanogaster. Dimana Drosophila melanogaster ini merupakan organisme yang memiliki kromosom raksasa sehingga memudahkan para peneliti untuk melakukan penelitan secara genetik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah “Bagaimana proses pengaktifan gen segmentasi dan gen homeotik berperan dalam menyusun pembentukan pola tubuh dan pengarahan identitas bagian tubuh pada Drosophila melanogaster?”.

C. Batasan Masalah

1. Pengaktifan gen segmentasi dalam pembentukan pola tubuh pada Drosophila melanogaster.

2. Pengaktifan gen homeotik dalam mengarahkan identitas bagian tubuh pada Drosophila melanogaster.

D. Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengkaji proses pengaktifan gen segmentasi dan gen homeotik yang berperan dalam menyusun pembentukan pola tubuh dan pengarahan identitas bagian tubuh pada Drosophila melanogaster.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengaktifan gen segmentasi dalam pembentukan pola tubuh pada Drosophila melanogaster.

Protein bicoid dan morfogenesis lain yang merupakan produk gen efek maternal atau disebut juga gen polaritas telur merupakan faktor transkripsi, yaitu protein yang mengatur aktivitas (transkripsi) beberapa gen embrio itu sendiri. Gradien morfogen-morfogen tersebut mengakibatkan perbedaan daerah dalam ekspresi gen segmentasi, yaitu gen-gen embrio yang mengarahkan pembentukan segmen yang sebenar­nya setelah poros-poros utama embrio didefinisikan (oleh gen efek maternal).

Terdapat tiga gen segmentasi dalam pembentukan pola tubuh Drosophila melanogaster, yaitu gen celah, gen aturan pasangan dan gen polaritas segmen. Gen-gen tersebut diaktifkan secara berurutan. Pada kaskade atau hirarki pengaktifan gen segmentasi yang berurutan memberikan informasi po­sisional untuk detail perencanaan tubuh modular hewan yang semakin lama semakin baik.

Hirarki Pengaktifan Gen Segmentasi

Gambar 2.1. Kaskade pengaktifan gen.(b) gen efek maternal (maternal effect genes). (c) gen celah (gap genes). (d) gen aturan pasangan (pair rule genes). (e) gen poaritas segmen (segmen polarity genes).


Protein atau gen-gen yang berperan dalam gen segmentasi yaitu:

Gambar 2.2. Nama-nama gen segmentasi yang terdapat pada Drosophila melanogaster.


1. Gen Celah

Gen segmentasi yang pertama diaktifkan setelah poros-poros utama tubuh embrio ditentukan adalah gen celah. Contoh produk-produk gen celah yaitu krupel, knirps, hunchback, giant, tailles, huckebein, buttonhead, empty spiarcles, orthodenticle. Gen-gen ini memetakan subdivisi dasar sepanjang poros anterior-posterior embrio


Mutasi di dalam gen-gen ini menyebabkan "celah-celah" pada segmentasi hewan. Misalnya, satu mutasi celah menghasilkan embrio yang tidak mempunyai enam segmen abdomen. Perhatikan gambar di bawah ini.


  1. Gen Aturan-Pasangan

Gen berikutnya yang akan diaktifkan setelah gen celah adalah gen aturan pasangan. Gen aturan pasangan merupakan gen segmentasi berikutnva yang akan bekerja. Gen-gen ini mendefinisikan pola modular dalam lingkup pasangan-pasangan segmen. Contoh produk dari gen aturan pasangan yaitu fushi tarazu, odd paired, odd skipped, sloppy paired, paired, hairy, even skipped, runt.

Gambar 2.6. Warna merah adalah gen even skipped. Warna hitam adalah gen fushi tarazu.


Mutasi pada gen aturan-pasangan menghasilkan embrio yang mempunyai 1/2 dari jumlah segmen normal karena setiap segmen lain (ganjil atau genap, tergantung pada mutasi) gagal berkem­bang.

Gambar 2.7. (A) embrio normal. (B) embrio yang mengalami mutasi pada gen aturan pasangan sehingga hanya memiliki setengah segmen dari segmen embrio normal.


  1. Gen Polaritas Segmen

Kelompok ketiga gen segmentasi yang bekerja adalah gen polaritas-segmen yang menentukan poros anterior-posterior setiap segmen. Contoh produk gen polaritas segmen yaitu engrailed, wingless, cubitus interruptusD, hedgehog, fushed, armadillo, patched, gooseberry, pangoiin. Setiap ruangan antara pita-pita protein mewakili satu segmen tubuh embrio yang pada tahap ini melipat diri.

Gambar 2.7. pengarahan terakhir mensubdivisi embrio ke dalam segmen-segmen dimana protein aturan pasangan menghasilkan ekspresi yang terlokalisasi dari berbagai gen polaritas segmen


Embrio dengan mutasi pada gen polaritas-segmen mempunyai jumlah segmen normal, tetapi satu bagian dari setiap segmen digantikan oleh repetisi bayangan cermin dari beberapa bagian lain segmen tersebut.

Gambar 2.8. Embrio normal (sebelah kiri), sedangkan sebelah kanan adalah embrio yang mengalami mutasi pada gen polaritas segmen sehingga setiap segmen digantikan oleh repetisi bayangan cermin dari beberapa bagian lain segmen tersebut


Produk kebanyakan gen segmentasi, seperti halnya produk gen polaritas-telur, berupa faktor transkripsi yang mengaktifkan secara langsung rangkaian gen berikutnya di dalam skema hirar­kis pembentukan pola. Gen segmentasi lain bekerja secara tidak langsung, mendukung fungsi faktor transkripsi dengan berbagai cara. Misalnya, beberapa di antaranya berupa komponen jalur persinyalan sel, termasuk molekul sinyal yang digunakan dalam komunikasi antar sel dan reseptor membran yang mengenalinya.

Produk-produk gen polaritas-telur bekerja bersama-sama mengatur ekspresi regional gen celah, yang pada gilirannya meng­aktifkan gen polaritas-segmen spesifik pada bagian-bagian yang berbeda dari setiap segmen. Batas dan poros segmen sekarang ditetapkan. Dalam hirarki pengaktifan gen yang bertanggung jawab untuk pembentukkan pola, gen berikutnya yang akan diekspresikan menentukan anatomi spesifik setiap segmen se­panjang embrio.

B. Pengaktifan gen homeotik dalam mengarahkan identitas bagian tubuh pada Drosophila melanogaster.

Pada lalat normal, struktur-struktur seperti antena, kaki, dan sayap berkembang pada segmen yang tepat. Identitas anatomis segmen ditentukan oleh gen pengatur utama yang disebut gen homeotik. Gen ini ditemukan oleh Edward Lewis. Begitu gen segmentasi telah mengawasi segmen-segmen lalat, gen homeotik menspesifikasi anggota tubuh dan struktur lain yang akan di­bentuk masing-masing segmen.

Gambar 2.9. Gen homeotik diaktifkan setelah pola tubuh pada Drosophila melanogaster terbentuk.


Mutasi pada gen homeotik menghasilkan lalat dengan ciri-ciri aneh seperti satu set sayap atau kaki tambahan yang tumbuh dari kepala di tempat antena.

Gambar 2.10. mutasi pada gen hometik menyebabkan salah penempatan struktur tubuh pada Drosophila melanogaster. Pada lalat normal terdapat sepasang antena kecil (foto kiri), sedangkan pada lalat mutan homeotik terdapat kaki pada daerha kepala (foto kanan)


Jadi, seperti ditemukan Lewis, mutasi homeotik menggantikan struktur yang khas dari salah satu bagian hewan dengan struktur lain yang normalnya ditemukan di beberapa lokasi lain.

Seperti banyak gen polaritas-telur dan gen segmentasi yang mendahuluinya di dalam kaskade perkembangan, gen homeotik mengkode faktor transkripsi. Protein pengatur ini mengontrol ekspresi gen-gen yang bertanggung jawab atas struktur anatomis spesifik. Misalnya, protein homeotik yang dibuat di dalam sel dari segmen toraks tertentu mungkin secara selektif mengaktifkan gen yang menghasilkan perkembangan kaki. Sebaliknya, pro­tein homeotik yang aktif di segmen kepala tertentu menspesifikasi "antena tumbuh di sini". Versi mutan dari protein ini mungkin menandai segmen tersebut sebagai "toraks" sebagai ganti "kepala", menyebabkan kaki berkembang di tempat antena.

C. Gen homeoboks tetap terpelihara selama terjadinya evolusi

Gen-gen homeotik Drosophila semuanya memiliki satu urutan yang terdiri dari 180-nukleotida yang disebut homeoboks. (Oleh karena itu gen-gen ini sering disebut gen Hox.) Suatu urutan yang identik atau sangat mirip telah ditemukan pada gen-gen dari hewan-hewan lain, termasuk serangga jenis lain, nematoda, moluska, ikan, katak, burung, mamalia, dan juga manusia. Lebih jauh lagi, urutan-urutan yang berkaitan telah ditemukan di dalam gen-gen pengatur dari eukariota-eukariota yang berkerabat jauh, seperti ragi, dan bahkan telah ditemukan juga di dalam proka­riota. Dari kemiripan-kemiripan ini kita dapat mengambil ke­simpulan bahwa urutan DNA homeoboks berevolusi di awal­ sejarah kehidupan dan bahwa urutan ini begitu berharganya bagi organisme sehingga tetap tersimpan pada hewan hampir­ tanpa berubah sama sekali selama ratusan juta tahun. Bahkan, gen-gen hewan yang homolog dengan gen-gen homeotik lalat buah ternyata selama ini tetap mempertahankan susunan kromosomnya

Gambar 2.12. Gen-gen homolog yang mempengaruhi pembentukan pola pada lalat buah dan tikus


Gen-gen yang mengandung homeoboks tidak semuanya me­rupakan gen-gen homeotik, artinya gen-gen ini tidak semuanya mengontrol secara langsung identitas dari bagian-bagian tubuh. Namun demikian, kebanyakan terkait dengan perkembangan, menunjukkan peran mereka yang sudah begitu lama dan begitu mendasar dalam proses itu. Misalnya, pada Drosophila, homeo­boks hadir tidak saja di dalam gen homeotik tetapi juga pada gen polaritas-telur bicoid, pada beberapa dari gen-gen segmen­tasi, dan pada gen pengatur utama untuk perkembangan mata.

BAB III

KESIMPULAN

v Terdapat tiga gen segmentasi dalam pembentukan pola tubuh Drosophila melanogaster, yaitu gen celah, gen aturan pasangan dan gen polaritas segmen. Gen-gen tersebut diaktifkan secara berurutan.

v Produk kebanyakan gen segmentasi berupa faktor transkripsi yang mengaktifkan secara langsung rangkaian gen berikutnya di dalam skema hirar­kis pembentukan pola.

v Gen homeotik adalah gen pengatur utama yang menentukan identitas anatomis segmen.

v Begitu gen segmentasi telah mengawasi segmen-segmen, gen homeotik menspesifikasi anggota tubuh dan struktur lain yang akan di­bentuk masing-masing segmen.

v Gen-gen homeotik Drosophila semuanya memiliki satu urutan yang terdiri dari 180-nukleotida yang disebut homeoboks.

DAFTAR PUSTAKA

AL Fitri. (2008). Kontrol Ekspresi Gen Dead Ringer Pada Embrio Drosophila melanogaster. Diakses pada tanggal 8 Desember 2011 dari www.daad.de/de/download/alumni/.../08.../papers%20presented.pdf.

Anonim. Tanpa Tahun. Pengamatan kromosom raksasa pada lalat buah drosophila melanogaster. Diakses pada tanggal 15 Desember 2011 dari http://anugrahjuni.wordpress.com/biologi-in

Campbell, Reece, and Mitchell. (2004). Biologi jilid lima. Jakarta: Erlangga

DeRobertis. (1975). Cell biology.( 6th ed). London: W.B. Saunders Company

Leeson, C.Rolands., dkk. (1996). Histologi. Jakarta: EGC.

Robert F. Weaver dan philip W. Hedrick. (1989). Genetics. Dubuque, Iowa America: Wm. C. Brown Publishers